Selamat IDUL FITRI 1430 H

Jumat, 26 Desember 2008

Kalaulah Bukan Karena Allah Menutupi Aib-Aib Kita



Alhamdulillah, wash shalaatu wassalaamu ‘ala nabiyyinaa Muhammad,

wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa man tabi’ahum bi ihsaan, wa ba’d.

Pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam, bani Israel ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi mereka.

Mereka berkata, “Ya Kaliimallah, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami.”

Maka berangkatlah Musa ‘alaihis salam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas. Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang.

Mulailah mereka berdoa dengan keadaan yang lusuh dan kumuh penuh debu,

haus dan lapar.

Nabi Musa berdoa, Ilaahi! Asqinaa ghaitsak…. Wansyur ‘alaina rahmatak… warhamnaa bil athfaal ar rudhdha’… wal bahaaim ar rutta’… wal masyaayikh ar rukka’…..”

Setelah itu langit tetap saja terang benderang… matahari pun bersinar makin kemilau… (maksudnya segumpal awan pun tak jua muncul).

Kemudian Nabi Musa berdoa lagi, “Ilaahi … asqinaa….”

Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian…

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami…. karena engkaulah hujan tak kunjung turun…”

Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri… maka tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia… saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud…..

Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku… Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”

Maka hatinya pun gundah gulana… air matanya pun menetes….. menyesali perbuatan maksiatnya… sambil berkata lirih, “Ya Allah… Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun… selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku…”

Tak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebal pun bermunculan… semakin lama semakin tebal menghitam… dan akhirnya turunlah hujan.

Musa pun keheranan, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia.”

Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan kepada kalian oleh sebab hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun.”

Musa berkata, “Ya Allah… Tunjukkan padaku hamba yang taat itu.”

Allah berfirman, Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepada-Ku?!”

(Kisah ini dikutip dari buku berjudul “Fii Bathni al-Huut” oleh Syaikh DR. Muhammad Al ‘Ariifi, hal. 42)

...........Ya Robbi....begitu banyak aib-aib hamba, dan dengan kebesaranMu sajalah...Engkau tutupi semuanya..

"Robbana zolamna anfusana waillamtaghfirlana watarhamna lana kunanna minal khosyiriin"

(danmadhann)

Renungan Menyongsong Tahun Baru Hijriah 1430






Waktu yang sekarang sedang kita jalani berkaitan erat dengan masa lalu yang telah kita lewati.


Dan Masa yang akan datang bergantung dengan apa yang sedang kita kerjakan pada saat ini.

Tahun 1430 H datang menyongsong....Tahun 1429 H telah beranjak meninggalkan kita...

bagaimanakah hidup dan kehidupan kita di Tahun 1429 H?....

Bagaimanakah amal ibadah kita di tahun kemarin ?

Akankah 1430 H akan jadi lebih baik lagi bagi hidup dan kehidupan kita ?

besar manakah ketaatan dengan kemaksiatan ?

besar manakah amal ibadah kita dengan
pembangkangan terhadapNya ?


Ya Robbi....Yang Maha Mendengar, tersirat
maupun tersurat, yang zohir ataupun yang batin...

Bismillaahirrahmaanirraahiim,
wa shollalloohu'alaa sayyididinaa muhammaadin

wa'alaa aalihi wa shohbihii wa sallama,

Alloohumma maa'amiltu fii hadzihis sanati
mimmaa nahaitanii'anhu falam atub minhu

wa lam tardhohu wa lam tansahu wa hamiltu
'alayya ba'da qudrotika 'uquubati

wa da'autanii ilattaubati minhu ba'da
jiroo-atii 'alaa ma'shiyatika fa-innii
astaghfiruka faghfirlii bifadhlika

wa maa'amiltuhu fiiha mimma tardhoohu
wa wa'adtanii 'alaihits tsawaba wa

as-aluka.

Alloohumma yaa kariimu yaadzal
jalaali wal ikroomi antaqobbalahu

minnii walaa taqtho' rojaa-i minka
yaa kiriimu wa shollalloohu 'alaa sayyidinaa

muhammadin wa 'alaa aalihi wa shohbihii wa sallama.

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Semoga rahmat dan salam Allah
tetap tercurahkan kepada junjungan kami
Nabi Muhammad teriring keluarga serta sahabat beliau.

Wahai Tuhanku, apa yang hamba perbuat sepanjang
tahun ini berupa perbuatan perbuatan yang Engkau larang
hamba melakukannya, sedangkan hamba belum bertaubat dari
padanya dan Engkau tidak meridhainya dan tidak melupakannya,
dan Engkaupun telah menyayangi hamba setelah Engkaupun
kuasa untuk menyiksa hamba, kemudian Engkau menyeru
hamba untuk bertaubat setelah hamba bermaksiat kepada Engkau.
Karena itu, hamba mohon ampunan dari Engkau,
maka ampunilah hamba dengan Anugerah-Mu.


Dan apa yang telah hamba kerjakan ditahun ini
adalah berupa perbuatan yang Engkau ridhai dan
Engkau janjikan pahala atasnya, Hamba mohon pada-Mu wahai
Tuhanku, Dzat Yang Maha Mulia, yang memiliki Kebesaran
dan Kemuliaan, agar Engkau terima amalan hamba dan
jangan hendaknya Engkau putuskan harapan hamba dari-Mu,
wahai Dzat Yang Maha Mulia. Semoga rahmat dan salam Allah
tetap tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad
teriring keluarga serta sahabat beliau."

*********



Di tahun baru 1430 H, akankah kami lebih baik lagi?...

Ya Robbi...dengan kekuatanMu lah kami dapat melakukan

segala sesuatunya...


Ya Robbi...dengarkanlah permohonan kami...

Bismillaahirohmaanirrohiim. wa shollalloohu 'alaa
sayyidinaa muhammadin wa
'alaa aalihi
wa shohbihii wa sallama.


Allohumma antal abadiyyul qodiimul awwalu wa 'alaa
fadhlikal 'adliimi wujuudikal mu'awwali
wahaadza'aamunjadiidun qod

aqbala nas-alukal 'ishmata fiihi minasysyaithooni
wa auli yaa-ihi wa junuudihi

wal 'auni 'alaa haadzihil ammaaroti bissuu-i
wal istighooli bimaa yuqorribunii

ilaika zulfa yaa dzal jallali wal ikroom.

wa shollalloohu 'alaa sayyidinaa muhammadin
wa 'alaa aalihi wa shohbihii wa sallama.


"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan
kepada junjungan kami Nabi Muhammad teriring
keluarga serta sahabat beliau.

Wahai Tuhanku, Engkau adalah Dzat Yang Maha Kekal,
dahulu dan Awal. Hanya dengan anugrah dan kemurahan-Mu
yang agung, telah datang tahun baru. Di tahun ini kami
memohon pemeliharaan-Mu dari Syetan, kekasihnya dan
balatentaranya, dan kami memohon pertolongan-Mu atas
hawa nafsu yang mengajak kepada kejelekan, dan kami
memohon kesibukan dengan perbuatan yang dapat
mendekatkan diri kami kepada-Mu
wahai Dzat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.

Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurahkan
kepada junjungan kami Nabi Muhammad teriring keluarga serta
sahabat beliau."

Amiin ya robbal 'alamiin...


Kamis, 25 Desember 2008

Penyakit Hati





Hati itu dapat hidup dan dapat mati, sehat dan sakit. Dalam hal ini, ia lebih penting dari pada tubuh.

Allah SWT berfirman, artinya:

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya." (Al-An`am : 122)

Artinya, ,,,,ia mati karena kekufuran, lalu Kami hidupkan kembali dengan keimanan. Hati yang hidup dan sehat, apabila ditawari kebatilan dan hal-hal yang buruk, dengan tabi`at dasarnya ia pasti menghindar, membenci dan tidak akan menolehnya. Lain halnya dengan hati yang mati. Ia tak dapat membedakan yang baik dan yang buruk.


Dua Bentuk Penyakit Hati:

Penyakit hati itu ada dua macam:
1. Penyakit syahwat
2. penyakit syubhat.

Keduanya tersebut dalam Al-Qur`an.

Allah berfirman: "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melembut-lembutkan bicara) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. " (Al-Ahzab:32)

Ini yang disebut penyakit syahwat.

Allah juga berfirman, artinya:

"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya..."(Al-Baqarah : 10)

Allah juga berfirman:

"Dan adapun orang yang didalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada)." (At-Taubah : 125)

Penyakit di sini adalah penyakit syubhat. Penyakit ini lebih parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya.

Seringkali penyakit hati bertambah parah, namun pemiliknya tak juga menyadari. Karena ia tak sempat bahkan enggan mengetahui cara penyembuhan dan sebab-sebab (munculnya) penyakit tersebut.

Bahkan terkadang hatinya sudah mati, pemiliknya belum juga sadar kalau sudah mati. Sebagai buktinya, ia sama sekali tidak merasa sakit akibat luka-luka dari berbagai perbuatan buruk. Ia juga tak merasa disusahkan dengan ketidak mengertian dirinya terhadap kebenaran, dan keyakinan-keyakinannya yang batil.

"Luka, tak akan dapat membuat sakit orang mati." Terkadang ia juga merasakan sakitnya. Namun ia tak sanggup mencicipi dan menahan pahitnya obat. Masih bersarangnya penyakit tersebut di hatinya, berpengaruh semakin sulit dirinya menelan obat.

Karena obatnya dengan melawan hawa nafsu. Itu hal yang paling berat bagi jiwanya. Namun baginya, tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat dari obat itu. Terkadang, ia memaksa dirinya untuk bersabar. Tapi kemudian tekadnya mengendor dan bisa meneruskannya lagi. Itu karena kelemahan ilmu, keyakinan dan ketabahan.

Sebagai halnya orang yang memasuki jalan angker yang akhirnya akan membawa dia ke tempat yang aman. Ia sadar, kalau ia bersabar, rasa takut itu sirna dan berganti dengan rasa aman. Ia membutuhkan kesabaran dan keyakinan yang kuat, yang dengan itu ia mampu berjalan. Kalau kesabaran dan keyakinannya mengendor, ia akan balik mundur dan tidak mampu menahan kesulitan. Apalagi kalau tidak ada teman, dan takut sendirian.

Menyembuhkan Penyakit Dengan Makanan Bergizi dan Obat:

Gejala penyakit hati adalah, ketika ia menghindari makanan-makanan yang bermanfaat bagi hatinya, lalu menggantinya dengan makanan-makanan yang tak sehat bagi hatinya. Berpaling dari obat yang berguna, menggantinya dengan obat yang berbahaya. Sedangkan makanan yang paling berguna bagi hatinya adalah makanan iman. Obat yang paling manjur adalah Al-Qur`an masing-masing memiliki gizi dan obat. Barangsiapa yang mencari kesembuhan (penyakit hati) selain dari Al-kitab dan As-sunnah, maka ia adalah orang yang paling bodoh dan sesat.

Sesungguhnya Allah berfirman:

"Katakanlah: "Al-qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-qur`an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat jauh." (Fushshilat : 44)

Al-qur`an adalah obat sempurna untuk segala penyakit tubuh dan hati, segala penyakit dunia dan akherat. Namun tak sembarangan orang mahir menggunakan Al-qur`an sebagai obat. Kalau si sakit mahir menggunakannya sebagai obat, ia letakkan pada bagian yang sakit, dengan penuh pembenaran, keimanan dan penerimaan, disertai dengan keyakinan yang kuat dan memenuhi syarat-syaratnya.

Tak akan ada penyakit yang membandel. Bagaimana mungkin penyakit itu akan menentang firman Rabb langit dan bumi; yang apabila turun di atas gunung, gunung itu akan hancur, dan bila turun di bumi, bumi itu akan terbelah? Segala penyakit jasmani dan rohani, pasti terdapat dalam Al-qur`an cara memperoleh obatnya, sebab-sebab timbulnya dan cara penanggulangannya. Tentu bagi orang yang diberi kemampuan mamahami kitab-Nya.

wallahu'alam

Hadist Qudsi...

"Barangsiapa yang tidak bersyukur atas nikmatKu, tidak bersabar atas bala yang Kutimpakan, dan ridho terhadap keputusanKu, keluarlah dari langitKu dan carilah Tuhan selain diriKu".

Ya Robb...ampunilah hamba...




Saat yang diri ini pergi menjauh dariNya....

Meninggalkan diri ini sendiri...

Saat Hati Menjelma menjadi Serpihan-serpihan kecil

Saat ujian demi ujianNya terasa terlalu berat untuk ditanggung sendiri

Maka kemana diri ini harus mencari kekuatan

Agar hati ini terus mampu bertahan hidup...

maka bertasbihlah...

Karena arti cinta itu sendiri baru dapat kita ketahui
kedalamannya setelah di tinggal pergi.

Ketika kita mengabaikan DiriNya...

sesungguhnya Dia tidak pergi, dan takkan pernah pergi meninggalkan kita...

kitalah yang beranjak meninggalkannya...

hingga kemudian lubuk hati yang paling dalam akan menyuarakan kerinduannya

rindu akan kehadiranNya...

karena setiap ruang di dalam Istana hati, telah terisi dengan cintaNya

itulah Makna cinta yang paling dalam...

"Hadanii Robbi..."

(ad dhoif)

Hati Yang Luas....




Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.

Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok.

"Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang Guru.

"Asin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil.

Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Coba, ambil air dari telagaini, dan minumlah."

Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut pemuda itu.

"Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang Guru.

"Tidak," jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.

"Anak muda, dengarlah....... Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam.

Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
Tetapi............

kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai.

Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya.

Itu semua akan tergantung pada hati kita.

Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan:............lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap kehidupan.....maka Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu."

"Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan. Hati yang seluas dunia!"

Keduanya beranjak pulang. Sang Guru masih menyimpan "segenggam garam"
untuk orang-orang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan hati.

(ad dhoif)

Rabu, 24 Desember 2008

Q.S.IBRAHIM : 7



"Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah (ni'mat) Kepadamu dan jika kamu mengingkari (ni'mat-KU) maka sesungguhnya azab-ku sangat pedih"(Q.S.IBRAHIM.7)

pegimana maksudnya ya?". Setelah sepekanan ada di memori kepala saya pas ketemu ma guru ngaji saya, baru saya ajuin tuh pertanyaan..... Berikut jawaban sederhananya:

"gini Tong..., ayat ini ayat tentang syukur. Syukur tuh bahasa gampangnya terima kasih. Kita-kita ini kalau diberi modal, lalu kita jalanin modal itu dengan baik, niscaya akan menyenangkan si pemilik modal.

Nah,........

hidup ini, dengan seluruh fasilitasnya, adalah Pemberian Allah. Bisa kah kita bersyukur?

Dengan memanfaatkan sebaik-baiknya hidup kita untuk beribadah kepada Allah, menjadi orang baik dan bermanfaat?

Bila sudah, maka itu sudah disebut bersyukur.

Syukur juga ada tanda-tandanya;

shalat yang bener,

sedekah yang bener,

ngaji disempetin,

shalat-shalat sunnah ditegakkan,

sama keluarga mencintai,

sama orang tua dan guru sayang,

sama saudara tetangga dan kerabat baik.

Ini sebagian tanda-tandanya".

........masya Allah, masih banyak yang belon terpenuhi nih persyaratannya...

(ad doif)

betapa lemahnya seorang hamba...



Kesombongan, keangkuhan adalah Pakaiannya Allah, cuma Dia yang layak memakainya.

Ya iyalah.........., Allah yang Punya Alam Semesta ini, dengan semua isinya.

Allah yang menguasai seluruh hidup dan mati seluruh mahluknya, yang keliatan secara kasat mata ataupun tidak. dan semuanya, segalanya, seluruhnya yang nggak bisa disebutkan disini. karena sangat luar biasanya KEKAYAAN DAN KEKUASAAN ALLAH.

keangkuhan bisa timbul pada diri ini karena?...karena merasa memiliki sesuatu

karena merasa memiliki harta, jadi sombong dng hartanya

karena merasa memiliki status sosial yang tinggi, jadi angkuh tingkah polahnya

karena merasa memiliki ilmu, jadi takabur dengan ilmunya.

padahal jika Allah berkenan, hanya sekejap saja seluruh harta kita, status sosial kita, ilmu kita bisa Dia lenyapkan, hapuskan tanpa tersisa sedikit pun.

yang tersisa cuma kehinaan untuk kita...

Ya Allah, betapa hamba menyadari bahwa hamba telah sombong denga harta yang cuma Engkau titipkan sementara kpd diri hamba, tak ubahnya hamba ini seperti tukang parkir, punya banyak mobil tapi bukan milik sendiri, banyak kendaraan, tapi cuma titipan...

Ya Allah, hamba mengaku telah berdosa, merasa angkuh dengan ilmu yang kau titipkan, padahal ilmu yang Engkau titip kpd hamba cuma setitik, dan masih banyak mahluk lain yang Engkau titipkan ilmuMu yang jauh lebih hebat, tapi mereka jauh lebih tawadhu dibandingkan hamba...

Ya Allah, hamba yang hina dina ini tak pantas rasanya menengadahkan wajah, karena malu betul di hadapan Engkau, betapa kurang ajarnya hamba...sering bersikap tak tahu diri, padahal hamba cuma mahluk lemah tak berdaya upaya

Ya Allah Ya Robbi, tutupilah seluruh aib hamba....begitu banyak dosa, kenistaan, maksiat, kebohongan, kejahatan telah hamba lakukan di atas muka bumi ini....kiranya bila tak karena Rahman dan RahimMu, hamba sudah musnah terkubur oleh aib hamba sendiri yang begitu banyaknya....

Ya Rohman Ya Rohim...kabulkanlah permohonan hamba....amin

(ad dhoif)

Seberapa Ikhlas kita...?

Ada banyak hal yang menyenangkan hati di kehidupan ini, dan ada juga yang tidak menyenangkan. Tapi bagi seorang mukmin, semua keadaan akan menyenangkan hati.

Sebagaimana kita ridha menerima datangnya siang, maka kita juga harus ridha menerima datangnya malam. Sebagaimana kita senang menjalani kehidupan yang terang, maka kitapun harus siap dengan datangnya kegelapan.

Betapapun ia sunnatullah di kehidupan ini. Satu hal yang harus kita yakini adalah di mana pun situasi kita berada, ada Allah yang senantiasa menemani. Susah senang adanya di hati. Gelap terang, bukan di mata. Barangkali, ikhlas menjalani hidup ini, pun merupakan pelajaran tauhid yang senantiasa akan diperlukan sebagai bekal di kehidupan ini.

Orang-orang yang punya hutang, misalnya, ketika ia kemudian menyadari bahwa ia tidak bisa bayar hutang-hutangnya, ketakutan demi ketakutan akan menghantui kehidupannya.

Takut dipenjara, takut ketahuan sama keluarga, takut dilecehkan tetangga dan saudara-saudara, takut kehilangan muka, takut merugikan orang lain (yang sebenernya sudah terjadi), dan takut sama kenyataan-kenyataan yang sesungguhnya belum terjadi! bahkan takut sama bayangannya sendiri.

Jadilah kemudian mereka gelap di tengah dunia yang semestinya terang. Sendirian di saat dunia ini begitu penuh dengan manusia. Kesepian di saat dunia ini ramai. nggak berani keluar rumah. nggak berani ketemu orang. nggak berani menegakkan muka. Bahkan nggak berani membuka mata! Inginnya kabur saja, bahkan tidak jarang mau mati saja. 

Hidup lantas jadi cape, letih, lelah. Semakin dicari itu solusi, semakin membuahkan masalah-masalah baru. Orang-orang yang gagal ini kebanyakan sebab gagal memikirkan Allah, tuhannya.

Yang ia pikirkan, nasibnya, nasibnya, nasibnya....

Bukan memikirkan kelakuan-kelakuannya kepada Allah dan rizki-Nya yang selama ini kita sudah tidak syukur kepada-Nya.

tidak malukah kita?...dibanding ke NikmatNya yg telah kita cecap, maka kesengsaraan, ujian maupun cobaan yang kita rasakan masih jauh nilainya.

maka alangkah lebihnya jika kita memilih ikhlas menjalani kesusahan, sebagai penerimaan rangkaian akibat dari kejauhan kita dari Allah.

Betul, saya yakinkan diri kita, alih-alih saya memikirkan solusi, lebih baik akhirnya saya memikirkan Dia dan Dia.

kejar Dia, songsong Dia....jika sudah digapai pegang erat-erat dan jangan pernah lagi dilepaskan...

Perjalanan hidup yang melenceng jauhlah penyebab keterpurukan kita semua, melenceng dari tujuan diciptakan-Nya kita; yaitu untuk beribadah kepada-Nya.

(al fakir)